Akankah Perda Soal Larangan Orgen Tunggal Malam Hari di Pessel Bertahan atau Direvisi?

Oleh: Bambang Putra Niko

Larangan orgen tunggal di malam hari yang kembali diingatkan oleh Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati, Rusma Yul Anwar-Rudi Hariyansah menuai pro dan kontra.

Sebagai penyedia jasa orgen tunggal, sebagian bahkan tidak setuju. Itu dianggap membunuh sumber pendapatan. Dan di satu sisi, Pemkab Pessel sangat khawatir karena penyelenggaran orgen tunggal di malam hari kerap melanggar norma adat, agama dan tidak sesuai dengan ketentuan ABS-SBK atau Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

Larangan orgen tunggal di malam hari ini sebetulnya bukan aturan baru. Aturan ini sudah ada sejak kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Hendrajoni- Rusma Yul Anwar periode 2016-2021.

Bacaan Lainnya

Pelarangan orgen tunggal di malam hari tersebut termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum.

Pada pasal 38 ayat 1 (satu) jelas ditegaskan bahwa setiap orang, kelompok atau badan yang menyelenggarakan hajatan dengan memanfaatkan jasa orgen tunggal sebagai sarana hiburan, hanya dapat dilaksanakan pada siang hari. Yaitu mulai dari pukul 08.00-18.00 WIB.

Sementara, penyelenggaraan orgen tunggal di malam hari dilarang. Lalu, bagaimana penegakan Perda itu selama ini? Sudahkah optimal? Sudah berapa banyak sanksi yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran? Atau sekadar Perda saja, yang membuatnya membutuhkan anggaran yang cukup besar.

Atau barangkali hanya merasa khawatir saja soal potensi pelanggaran norma adat, agama dan ABS-SBK itu dengan adanya orgen tunggal di malam hari.

Memang tak dipungkiri, perkembangan zaman juga merubah cara masyarakat untuk menikmati hiburan. Dulu, jika ada hajatan atau pesta pernikahan dan bentuk perayaan di kampung-kampung, kesenian tradisional rabab diminati banyak orang. Penggemarnya rata-rata dari kalangan orangtua.

Alat musik gesek yang diiringi dengan gendang itu dimainkan oleh 3-4 orang (perempuan dan laki-laki).

Dari sumber wikipedia, alat musik gesek itu diperkirakan berasal dari budaya Persia-Arab. Seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia, alat musik gesek tersebut juga menjadi salah satu sarana para pedagang Arab ketika itu untuk menyebarluaskan ajaran Islam.

Oleh karena itu alat musik tersebut banyak ditemui di beberapa daerah di Indonesia dengan penamaan yang berbeda seperti di Sumatera Barat di kenal dengan nama rabab, di pulau jawa disebut dengan rebab, di Aceh disebut dengan hereubab, di Sulawesi Selatan disebut juga dengan nama gesok-gesok.

Pada awalnya, alat musik rabab tidaklah berbentuk seperti biola saat ini. Akan tetapi, setelah kedatangan bangsa Eropa, yaitu Belanda, Inggris, dan Portugis ke wilayah ini dengan membawa alat musik gesek yang dinamakan biola.

Dari sinilah alat musik rabab yang terbuat dari tempurung kelapa itu menyesuaikan diri dengan alat musik biola yang dibawa oleh bangsa Eropa. Sehingga sampai sekarang alat musik itupun disebut rabab, hanya cara memainkannya tidak dipundak melainkan diletakkan di bawah dan dimainkan dengan sambil duduk bersila.

Rabab atau lebih dikenal dengan Biola adalah kesenian tradisional yang umurnya sudah tergolong tua. Di Sumatera Barat, sebutan rabab tersebut tentunya berkaitan dengan latar belakang sejarah masuknya Islam ke Sumatera Barat.

Alat musik ini pada awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Aceh yang datang ke Minangkabau untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Mereka menyebarkan islam dengan dakwah yang diiringi dengan musik rabab.

Nah, sekarang zaman sudah berkembang. Terjadi pergeseran budaya. Penyedia jasa orgen tunggal juga kian bertambah. Masyarakat juga lebih gemar menyewa orgen tunggal ketimbang rabab yang menjadi kesenian tradisional selama ini.

Kalau kita lihat, penggemar rabab dan orgen tunggal sedikit berbeda. Penggemar orgen tunggal kini sudah hampir merata mulai dari kalangan milenial hingga kalangan tua. Sementara, penggemar rabab yang umumnya orangtua sedikit mulai bergeser ke orgen tunggal.

Apa sih kelebihan orgen tunggal, hingga laris diminati masyarakat?

Lantas, apa yang membuat Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan hingga mengatur larangan orgen tunggal di malam hari? Apakah orgen tunggal di malam hari ini meresahkan?

Kekhawatirannya seperti apa? Menjawab ini, Satpol PP Pesisir Selatan sebagai penegak perda tersebut kembali mengimbau masyarakat akan kepatuhan terhadap Perda Nomor 1 Tahun 2016 tentang Ketentraman dan Ketertiban Umum.

Kepala Satpol PP Pesisir Selatan, Dailipal mengatakan penyelenggaran orgen tunggal di malam hari dikhawatirkan merusak norma adat, agama dan ABS-SBK.

Berdasar fenomena akhir-akhir ini, orgen tunggal malam hari terkadang memicu kegiatan porno aksi. Penyanyi menari erotis dengan pakaian terbuka.

Dalam kegiatan itu, potensi meminum minuman keras, narkoba dan kegiatan yang menjurus pada maksiat kadang jarang terelakkan.

Aksi penyanyi menari yang mengundang nafsu birahi tersebut bahkan tidak hanya ditonton kaum muda dan orangtua, tapi juga disaksikan langsung anak-anak. Ini terbilang parah atau sangat parah?

Bisa dibayangkan, jika hal itu dibiarkan tanpa ada upaya serius untuk memperbaiki. Tidak cukup pemerintah saja. Masyarakat, niniak mamak, bundo kanduang dan tokoh adat dan agama harus punya satu tekad kuat untuk menghentikan budaya yang terlanjur merusak generasi muda itu.

Dalam pasal 2 (dua) tujuan dan maksud Perda itu dibuat tidak lain dalam rangka untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan yang tidak sesuai dengan agama, tata kehidupan, etika, moral dan budaya masyarakat yang berkembang di Pesisir Selatan.

Kini, Pemkab Pessel melalui Dinas Satpol PP Pesisir Selatan kembali turun ke tiap kecamatan dalam upaya mengingatkan bahwa larangan orgen tunggal malam hari masih dilarang.

Dalam rapat koordinasi yang digelar di kecamatan itu, juga menampung saran dan masukan dari penyedia jasa orgen tunggal.

Dari informasi yang dihimpun, sebagian penyedia jasa orgen tunggal meminta agar memberikan kelonggaran terkait penyelenggaraan orgen tunggal di malam hari.

Kalau di dalam Perda hanya memperbolehkan penyelenggaraan orgen tunggal hanya di siang hari mulai dari pukul 08-00-18.00 WIB, maka Pemkab diminta untuk memberikan kelonggaran agar orgen tunggal dapat diselenggarakan hingga pukul 23.00 WIB, dengan ketentuan penyanyi atau artis orgen tunggal berpakaian sopan dan tidak menari erotis yang mengundang nafsu birahi.

Nah, kini masukan dan saran di tiap kecamatan itu ditampung oleh Satpol PP Pesisir Selatan. Apakah nanti Pemkab Pessel akan memberikan kelonggaran? atau merevisi kembali jadwal penyelenggaraan orgen tunggal?

Kalau, memang nanti direvisi, yakinkah penyanyi berpakaian sopan, tidak ada tarian erotis, dan sudah siapkah untuk menegakkan Perda itu? kita lihat saja nanti, perdanya direvisi atau tidak?

Sementara, salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya menilai Perda soal adanya larangan orgen tunggal di malam hari itu mestinya dipertahankan.

Jangan memberi kelonggaran terhadap hal-hal yang menjurus kemaksiatan. Jika, penyedia jasa berdalih dengan alasan ekonomi, menurutnya masih banyak jenis usaha lain yang bisa dilakukan.

Dia sangat tidak setuju, jika Perda itu direvisi. Pemerintah daerah harus tegas menegakkan Perda itu. Sebutnya, jangan asal buat Perda saja tapi penegakannya masih lemah.

Oleh sebab itu, Pemkab Pessel perlu mengkaji ulang dan perlu pemikiran yang matang terkait direvisi atau tidaknya perda yang telah dibuat itu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *