Perda Perhutanan Sosial Perdana di Indonesia Diusulkan oleh Provinsi Sumatera Barat

Penulis : Dr. (cand). Hendra Saputra, S.TP, M.P (Dosen dan Tenaga Ahli DPRD Provinsi Sumbar)

Provinsi Sumatera Barat memiliki luasan 2.286.883 Ha Kawasan Hutan yang terbagi ke dalam fungsi Kawasan Suaka Alam (KSA), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Konversi (HPK) atau sekitar 54,43% dari luasan Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, Jumlah Nagari yang ada di Sumatera Barat sekitar 1.159 Nagari, 950 Nagari diantaranya berada di sekitaran Kawasan Hutan. Tahun 2020 terdapat 142.219 KK dan sekitar 4.830-nya adalah rumah tangga yang berada di sekitar kawasan hutan.

Hingga saat ini capaian Perhutanan Sosial Provinsi Sumatera Barat sudah mencapai 169 unit dengan luasan 236.905,29 Ha. Kelompok Perhutanan Sosial tersebut terdiri atas: Hutan Nagari (HN)104 Unit dengan luasan 192.487,83 ha, Hutan Kemasyarakatan (HKm) 52 Unit dengan luasan 34.591 Ha, ,Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 4 Unit dengan luasan 2.246,89 Ha, Hutan Adat (HA) 5 Unit dengan luasan 6.942 Ha, Kemitraan Kehutanan (KK) 4 Unit dengan luasan 637,57 Ha.

Pemerintah kabupaten/kota masih terkendala untuk memberikan dukungan program dan anggaran bagi pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Perhutanan Sosial yang sudah mendapatkan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial, karena Peraturan Gubernur No. 52 Tahun 2018 belum mampu menjadi dasar kewenangan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengalokasikan program dan anggaran untuk mendukung perhutanan sosial, mengingat kewenangan kehutanan yang berada di tingkat Provinsi, termasuk belum kuatnya dasar hukum bagi nagari/desa untuk mengalokasi dukungan program dan anggaran perhutanan sosial bagi kelompok perhutanan sosial diwilayahnya.

Bacaan Lainnya

Koordinasi antar OPD di Provinsi belum terlaksana dengan maksimal. Masih terdapat pandangan bahwa perhutanan sosial adalah kegiatan dan program Dinas Kehutanan Provinsi. Tentu tidak memungkinkan jika dukungan perhutanan sosial hanya bertumpu pada Dinas Kehutanan saat ini dengan Sumber Daya Manusia dan Anggaran yang terbatas, walaupaun sudah dibentuk Pokja Percepatan Perhutanan Sosial yang anggotanya lintas OPD dan lintas sektor.

dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) 28 tahun 2023 tentang perencanaan terpadu percepatan pengelolaan perhutanan sosial memperkuat payung hukum dalam pengaturan terkait kelembagaan dan pengembangan usaha bagi Kelompok Perhutanan Sosial serta Kelompok Usaha Perhutanan Sosial. Hal ini berkaitan dengan upaya dalam membangun dan meningkatkan tata kelola kelembagaan, tertib administrasi Kelompok Perhutanan Sosial. Selanjutnya, keterbatasan pengetahuan, modal dan fasilitasi administrasi perizinan berusaha yang belum maksimal menjadi kendala utama bagi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial untuk pengembangan usaha terhadap potensi hutan yang ada dan yang akan dikembangkan.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial merinci syarat pelimpahan kewenangan tersebut bisa diberikan apabila, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 86, sebagai berikut :

  1. Daerah provinsi yang bersangkutan telah memasukkan Perhutanan Sosial ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah;
  2. Memiliki peraturan daerah tentang Perhutanan Sosial; dan
  3. Memiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah paling sedikit 35% (tiga puluh lima persen) dari total anggaran bidang kehutanan untuk Perhutanan Sosial.

Perihal persyaratan tersebut point 1 dan 3 sudah di penuhi, tinggal perda yang masih dalam proses pengusulan, harapannya dengan ada perda perhutanan sosial tidak hanya persoalan pelimpahan kewenangan, akan tetapi pengembangan perhutanan sosial bukan lagi hanya tanggung jawab dinas kehutanan, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama opd yang terlibat baik itu dinas yang membidangi pertanian, peternakan, perikanan, pangan, perdagangan, pariwisata dan pengembangan usaha umkm sesuai amanat perpres 28 tahun 2023.

Dengan terbitnya POKJA percepatan pengelolaan perhutanan sosial provinsi sumatera barat tahun 2023 diharapkan dapat berkolaborasi secara maksimal setiap unsur yang terlibat termasuk NGO, Lembaga adat dan Perguruan Tinggi. Selain itu koordinasi yang baik perlu di lakukan dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menghasilkan dokumen integrated area development (IAD) yang menjadi basic dalam percepatan pengelolaan perhutanan sosial sehingga manfaatnya segera dapat dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *