KITASIAR.com – Populasi ikan bilih (mystacoleucus padangensis) diketahui kian menyusut. Sejak 20 tahun terakhir produksi tangkapan ikan bilih nelayan Danau Singkarak telah menurun hingga 50 persen akibat eksploitasi berlebihan tanpa menghiraukan proses pembiakan ikan sehingga terancam punah.
Beragam upaya dilakukan agar jenis ikan endemik Danau Singkarak ini terhindar dari kepunahan. Salah satunya melalui konservasi ex-situ yang dilakukan di Laboratoriun UBH dan konservasi in-situ di Nagari Sumpur, Tanah Datar. Program kawasan konservasi satwa endemik Danau Singkarak ini, merupakan buah kerjasama antara PT Semen Padang dan Universitas Bung Hatta (UBH).
Selain penyelamatan populasi ikan, upaya ini tentunya juga dapat menyelamatkan mata pencarian masyarakat setempat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan dan juga untuk mempertahankan ekosistem Singkarak serta menjadikan area konservasi sebagai penyangga bilamana ikan bilih tak lagi dapat ditemukan di habitat aslinya.
“Yang dilakukan oleh PT Semen Padang dan UBH ini untuk anak cucu kita ke depan. Kita harus jaga Singkarak ini dengan upaya kontinyu untuk menjaga keberlangsungan konservasi dan ekosistem,” kata Wakil Gubernur Sumatera Barat, Audy Joinaldy saat menebar 4.000 bibit ikan bilih hasil pembibitan laboratorium yang sekaligus meresmikan area konservasi ikan bilih di Nagari Sumpur, Tanah Datar, Sabtu (30/7/2022).
Audy sangat mengapresiasi upaya penyelamatan ikan bilih yang dilakukan PT Semen Padang dan UBH ini. Menurutnya, pembiakan hewan endemik di luar habitat asli memang tidak mudah. Tak jarang pula menemui kegagalan.
Audy juga menjelaskan upaya pemerintah dalam menghentikan penggunaan alat-alat tangkap yang dilarang, terutama keramba jaring apung (KJA). Selain itu, pemerintah provinsi juga tengah mengupayakan mata pencarian alternatif bagi masyarakat setempat.
“Pencarian masyarakat dari danau juga pelan-pelan kita geser melalui program dari provinsi, terutama ke arah peternakan, pertanian, dan kepariwisataan,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Semen Indonesia Group (SIG), Donny Arsal menyampaikan bahwa langkah yang dilakukan PT Semen Padang merupakan bagian dari program SIG menuju zero emissions.
“Kita sudah set program sampai tahun 2030, bagaimana kita bisa balance antara kontributor CO2 sama program ramah lingkungan yang bermanfaat untuk masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, program konservasi ini nantinya akan dikembangkan dengan skala yang lebih besar, sehingga semakin berdampak bagi masyarakat.
“Untuk tahap awal ini sudah ada dua paten untuk pembiakan, nantinya akan kita expand sehingga bisa membuat program edukasi bagaimana membudidayakan ikan bilih di luar habitatnya,” katanya.
Sementara itu, Nagari Sumpur dipilih sebagai percontohan sebagai penghormatan PT Semen Padang karena dinilai sangat ramah terhadap ikan bilih.
Fernando Sutan Sati, tokoh masyarakat sekaligus ketua nelayan setempat mengungkapkan Nagari Sumpur hingga saat ini cukup taat dengan aturan penggunaan alat tangkap.
“Selama puluhan tahun, Nagari Sumpur satu-satunya yang tidak menggunakan jalan pintas dengan alat tangkap yang dilarang. Sanksi buang kampung bagi pelanggar bahkan sudah pernah kami terapkan” tegasnya.
Meski melihat nagari lain yang menangkap ikan dengan alat tangkap yang lebih canggih, ia mengaku prihatin karena peralatan itu justru menghancurkan dan merusak ekosistem Singkarak.
“Kalau dibiarkan saja, apalagi yang berkembang di Singkarak dalam berapa tahun ke depan? Oleh karena itu kita mohon betul dukungan pemerintah untuk menjaga Singkarak ini,” ujar Sutan Sati.
MC Prov Sumbar