KITASIAR.com – Tingkat pembelian masyarakat terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax di Stasiun Pengisian Bahan Umum (SPBU) Sago, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat mengalami penurunan.
Pengawas SPBU Sago Amrizal mengatakan penurunan daya beli masyarakat terhadap Pertamax itu terjadi sejak adanya kenaikan harga yang ditetapkan oleh PT. Pertamina (Persero).
Per 1 April 2022, harga Pertamax naik menjadi Rp12.500 per liter atau naik sebesar Rp3.500 dari harga sebelumnya. Kenaikan itu berdampak terhadap penjualan.
“Biasanya per hari habis 5 ton sampai 6 ton, kini hanya 2,5 hingga 3 ton,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (7/4/2022).
Terpisah, operator SPBU Sago Dasman menjelaskan sejak Pertamax naik harga sebesar Rp3.500, konsumen yang datang dalam melakukan pengisian Pertamax di SPBU Sago cendrung sepi.
“Pagi hari ini, biasanya cukup ramai pembelinya. Nah, sekarang. Sejak 1 April 2022 hingga sekarang sangat sepi,” katanya.
Menurut dia, masyarakat yang biasa melakukan pengisian BBM Pertamax mulai beralih ke BBM jenis Pertalite, yang harganya jauh lebih murah yaitu Rp7.650 per liter.
Meski begitu, tak jarang pula sebagian masyarakat di daerah itu masih tetap memilih membeli Pertamax.
Alasannya, sangat beragam. Selain, Pertamax dinilai sangat bagus dibanding BBM jenis lainnya, pembeli juga tidak perlu mengantri panjang saat melakukan pengisian BBM.
Kondisi itu jauh berbeda saat melakukan pengisian BBM jenis Pertalite karena banyak konsumen yang antri. Terlebih, saat ini Pertalite juga turun harga karena mendapat subsidi dari pemerintah melalui APBN.
“Kalau dulu, sebelum naik harga, para tukang ojek sering beli Pertamax. Sekarang, nggak lagi mereka beralih ke Pertalite,” katanya lagi.
Sementara, Niki salah seorang pengendara mengakui untuk saat ini lebih baik memilih membeli BBM jenis Pertalite daripada Pertamax. Pasalnya, naik harga Pertamax cukup tinggi.
“Ekonomi susah begini, semua pada naik. Lebih milih beli Pertalite bang. Kalau isi Pertamax cuma dapat satu liter, tapi kalau ngisi Pertalite dengan uang Rp12.500 saya hampir dapat dua liter, lumayan ngirit untuk pergi kerja tiap hari,” katanya.
Pengawas SPBU Sago Amrizal kembali menjelaskan meski harga Pertalite turun namun daya beli konsumen juga tidak kunjung meningkat.
Masyarakat umum yang melakukan pembelian Pertalite juga relatif normal. Penurunan daya beli Pertalite sebut dia karena pihaknya tidak lagi melayani pembelian Pertalite dengan jeriken.
“Untuk itu, kami sudah lakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan memasang spanduk di depan SPBU. Kami tidak melayani pembelian Pertalite dengan Jeriken atau kendaraan dengan tangki modifikasi. Saat ini, Pertalite masuk dalam BBM subsidi pemerintah. Namun, untuk usaha perikanan dan pertanian wajib melampirkan surat rekomendasi asli dari dinas terkait,” tutupnya.
Amrizal menyebutkan sejak Pertalite mendapat subsidi dan melarang pembelian menggunakan Jeriken, tingkat penjualan mengalami penuruan.
Pada kondisi saat ini, rata-rata satu hari Pertalite yang habis terjual sebanyak 16 KL dan berbeda dengan kondisi sebelumnya yang setiap hari rata-rata menghabiskan 24 KL. (nik)