PESISIR SELATAN, KITASIAR.com – Sekretaris Daerah Pesisir Selatan, Mawardi Roska meminta pemerintah pusat untuk mempertimbangkan kembali terkait penggunaan Dana Desa (DD) 40 persen untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) di 2022 mendatang.
Penggunaan itu lahir, semenjak keluarnya Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2022.
Hal tersebut juga mendapat banyak respon dari sejumlah Wali Nagari di Pesisir Selatan. Pasalnya, banyak anggaran dana desa yang tersedot melalui kebijakan pemerintah pusat.
“Khusus untuk BLT 40 persen, kita berharap ke pemerintah pusat, untuk desa atau nagari tidak bisa disamaratakan Se-Indonesia. Sebab, masyarakat miskin dan kurang mampu sudah banyak yang dibantu melalui berbagai program. Seperti bansos PKH, Rastra, BPJS dan lainnya,” jelas Mawardi, Rabu (15/12/2021) di Painan.
Jika terus dipaksakan, dikhawatirkan sasaran penerima BLT senilai Rp300 ribu per bulan selama setahun untuk 2022 mendatang akan menyasar masyarakat yang tidak terdampak besar dari Pandemi Covid-19.
“Ini yang menjadi dilema di nagari, sasaran yang akan diberikan 40 persen dari dana desa itu, nanti akan berimbas kepada masyarakat yang mampu dan tidak berdampak besar terhadap pandemi ini,” katanya.
Mawardi menilai, 40 persen dana desa untuk BLT khusus di Pesisir Selatan tidak lagi efektif. Pasalnya, sasaran untuk mendapatkan bansos tersebut tidak seberapa lagi. Pada umumnya, sudah banyak tercover melalui program PKH dan bantuan lain.
“Jadi, kami menyarankan kepada pemerintah pusat untuk melakukan pengecualian dengan data-data yang ada dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial. Nah, dengan sisa yang tidak tercover dengan dana bansos itulah nanti yang akan dicover dengan dana desa ini. Tapi, tidak bisa disamaratakan dengan 40 persen tadi,” tuturnya.
Diketahui, untuk 2022 mendatang Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan menerima dana desa untuk 182 nagari sebesar Rp161 miliar. Sekitar 40 persen dari total dana tersebut bakal diperuntukkan BLT bagi masyarakat yang terdampak Pandemi.
Meski demikian, di satu sisi, Mantan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Diskerpus) Pesisir Selatan itu, mengapresiasi terkait 20 persen dana desa yang diminta untuk program ketahanan pangan dan hewani. Sementara, 8 persen masih untuk penanganan Covid-19 di masing desa.
20 persen dana desa untuk program ketahanan pangan dan hewani itu, nanti bisa saja digunakan untuk mencukupi kebutuhan protein kepada keluarga terdampak Pandemi.
“Misalnya, memberikan bantuan bibit itik, ayam dan lain, sehingga cakupan kebutuhan protein dan asupan gizi kepada keluarga terdampak terpenuhi. Tinggal lagi, bagaimana inovasi-inovasi di tiap nagari,” ulasnya.
Terkait, banyaknya dana desa yang tersedot untuk program dari pemerintah pusat tersebut, Mawardi menekankan bahwa sebagian besar sudah menjadi keharusan. Namun, beberapa hal juga perlu menjadi pertimbangan.
Kata dia, Wali Nagari jangan panik dengan adanya Perpres 104 tahun 2021 itu. Ditegaskan, pada umumnya demi kebaikan bersama.
“Dengan adanya Perpres itu, jangan Wali Nagari seolah-olah tidak bisa berbuat apa-apa untuk pembangunan. Ini yang perlu kita luruskan kepada Camat dan Wali Nagari,” tambahnya.
Lebih lanjut disampaikan, pembangunan yang utama bukan terkait soal infrastruktur fisik. Namun, yang lebih prioritas adalah menyangkut pembangunan sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang dimaksud menyangkut derajat kesehatan, pendidikan, dan derajat sosial budaya lainnya. Itu adalah orientasi utama dari sisi pembangunan itu sendiri.
“Apalah artinya jalan di kampung-kampung di hotmix, tapi masyarakatnya tidak sehat, stunting, kurang gizi, ini tidak berarti apa-apa. Lebih baik masyarakat sehat, stunting tidak ada, rumah sehat dan sekolah minimal SLTA, meskipun jalan jelek ya tidak masalah, nanti dengan sumber daya manusia yang berkualitas itu, mereka membangun jalan sesuai yang diinginkan,” tuturnya.
Sementara, salah seorang Wali Nagari di Pesisir Selatan menyayangkan banyaknya dana desa yang akan habis melalui program dan kebijakan dari pemerintah pusat.
Padahal, sejumlah aspirasi masyarakat sudah ditampung melalui kegiatan Musrenbang tingkat nagari hingga kecamatan. Jika aturan Perpres tersebut sudah mutlak dilaksanakan, maka nagari tidak bisa melakukan berbagai pembangunan yang sudah direncanakan sebelumnya.
“Ya, kami di nagari ikut aturan saja. Tapi, apalah artinya musrenbang yang kami laksanakan pada 2021. Toh, di 2022 juga tidak satupun yang akan terwujud,” jelasnya.
Selain dana desa terkuras melalui program pemerintah pusat, sebagian lagi juga bakal dibayarkan untuk transport guru mengaji.
“Uang transport guru mengaji juga diambil dari dana desa. Dibayar Rp30 ribu untuk 20 hari dalam waktu sebulan. Totalnya Rp600 ribu per bulan,” katanya.
Dikutip dari Kompas.com, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, pemerintah pusat telah memberikan patokan untuk penggunaan dana desa (DD) 2022.
“Sekitar 40 persen dana desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selebihnya, 60 persen dapat dimanfaatkan sebagai program Pemberdayaan untuk Masyarakat Desa,” imbuh pria yang akrab disapa Gus Halim itu seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (13/12/2021).
Adapun rincian penggunaan desa tersebut adalah 20 persen untuk ketahanan pangan dan hewani. Kemudian, sekitar 8 persen untuk mendukung kegiatan penanganan Covid-19 seperti percepatan dan sosialisasi vaksinasi. Sementara itu, sebanyak 32 persen untuk program prioritas hasil musyawarah desa (musdes).
Dalam kesempatan itu, ia mengatakan, bagian paling menggembirakan saat ini adalah besaran 40 persen dari dana desa untuk BLT. Dengan besaran BLT tersebut, kata Gus Halim, seluruh pihak diajak untuk fokus pada penyelesaian kemiskinan di desa yang mengalami peningkatan akibat Covid-19.
“Jadi jangan terlalu dipikirkan dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2021 tentang rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2022. Sebaliknya, justru kita harus berterima kasih,” ujarnya.