Pos Retribusi di Depan Masjid Terapung Jangan Diplesetkan Tendensius, Begini Penjelasan Sekda Pessel

Masjid Terapung Samudra Ilahi Pantai Carocok Painan. (KITASIAR/Niko)

KITASIAR.com- Pos retribusi masuk kawasan wisata Pantai Carocok Painan, Kabupaten Pesisir Selatan yang terpusat di depan Masjid Terapung Samudra Ilahi jangan diplesetkan secara tendensius. 

Cepatnya perkembangan informasi yang tersebar di dunia maya saat ini juga jangan ditelan mentah-mentah. Untuk memahaminya juga memerlukan literasi yang baik agar informasi yang disebarkan tidak menjadi salah pemahaman atau bahkan menjadi fitnah.

Viralnya Masjid Terapung di media sosial terkait pembayaran retribusi sebesar Rp5 ribu per orang juga menuai ragam komentar dari para netizen. Mereka menganggap seolah masuk masjid harus berbayar. 

Menanggapi itu, Sekretaris Daerah Pesisir Selatan menjelaskan bahwa di dalam dunia maya, netizen selalu benar. 

Bacaan Lainnya

Siapa saja, tentang apa saja dan dalam waktu sekejap saja dapat memberitakan pendapatnya. Informasi yang diberitakan dari sudut pandang tertentu, bisa saja benar. 

Untuk itu dalam zaman yang serba cepat ini, kata dia memerlukan literasi untuk melihat suatu isu yang diinformasikan.

“Asbabul nuzul pembangunan masjid Samudera Illahi dalam kawasan wisata Carocok Painan adalah untuk mewujudkan wisata religi dan halal serta sekalian untuk menambah daya tarik destinasi wisata,” jelasnya. 

Dikatakan, karena posisi masjid ini tepat berada dalam kawasan wisata Carocok Painan, dan penataan (pagar) kawasan yang belum sempurna, maka hal tersebut bisa saja diarahkan menurut cara pandang dan tujuan tertentu pula. Apalagi dikaitkan dengan orang mau masuk masjid untuk beribadah dipungut bayaran.

“Logika yang sama, bila pengelola rumah makan, di dalam areal rumah makannya itu ada masjid yang menjadi daya pikat orang untuk makan enak dan sekaligus untuk beribadah, maka berita tersebut bisa juga bermakna yg sama” ujarnya.

Mawardi mengatakan Fenomena berbayar (retribusi) secara resmi ini, di negara kita menjadi suatu yang perlu dicermati. Informasi dari netizen menggambarkan frame pemikirannya.

Kalau dikaji secara seksama, penarikan retribusi tersebut tidaklah menjadi persoalan yang berarti, ketimbang upaya pengelola dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengunjung. 

Di lain pihak, kalau dibawa ke pemikiran ketauhidan, retribusi sebesar Rp5 ribu adalah tabungan akhirat, ketika konsepsi dari “masjid ke masjid”. 

Masjid yang bersih, nyaman dan aman serta sajian alami ciptaan Allah SWT yang maha kuasa, akan membuat ketaqwaan meningkat.

Di lain sisi, untuk memuaskan kebutuhan duniawi lainnya, berapapun harga tidaklah menjadi hambatan.

Menurut Sekda, perlu kerja bersama memberikan pencerdasan kepada semua pihak, dengan melihat suatu persoalan secara utuh. 

Dia memberikan contoh. Misalnya di Taman Mini, ancol dan objek wisata lainnya yg di dalamnya ada masjid juga bayar. Tapi konteknya masuk kawasan, jangan di plesetkan yang tendensius.

“Naik haji dan umroh dalam dunia kepariwisataan adalah berwisata religi. Puluhan juta biayanya, tidaklah menjadi persoalan, guna menunaikan rukun islam untuk mencari kebesaran dan keagungan Allah. Implementasi wisata halal, salah satunya dalam kawasan wisata ada sarana ibadah. Maka dibangunlah sedemikian rupa kontruksi masjid sebagai daya tarik destinasi wisata.” tuturnya.

Kemudian, dari segi ketauhidan, retribusi masuk (atau apapun namanya) kawasan wisata yang di dalamnya ada tempat ibadah masjid, kalau itu dikembalikan kepada konsepsi sedekah, maka membuat kita lapang dan berpahala.

“Sedangkan kita bayar jasa naik angkutan saja kalau diniatkan ikhlas karena Allah berpahala, apalagi masuk ke kawasan wisata halal yg di dalamnya ada masjid.

Sebaliknya, kok masuk diskotik yg menghibur birahi dunia walaupun mahal tidak diviralkan,” ujarnya.

Lebih lanjut diterangkan bahwa hasbabul nuzul pembangunan masjid adalah untuk mewujudkan wisata religius dan halal sekaligus sebagai daya tarik wisata. 

Masjid Terapung Samudra Ilahi itu berada dalam kawasan wisata pantai Carocok Painan. Karena penataan fisik kawasan masih belum permanen (pagar sekeliling, loket masuk dan lain), maka untuk mengurangi kebocoran retribusi masuk kawasan karena banyaknya akses masuk, maka penjualan tiket masuk sebelum lokasi masjid 

Hal itu karena titik tersebut yang mudah untuk disekat, untuk mengarahkan wisatawan masuk kawasan pada satu pintu. 

Pada tahun 2023 mendatang, direncanakan pintu masuk kawasan wisata dekat TPI, jauh di luar dari lokasi masjid, dengan telah dipagarnya sekeliling kawasan. 

Namun fakta di lapangan, sebut Sekda yang ribut di medsos bukan untuk salat, pemantauan selama lebaran banyak orang masuk masjid hanya untuk berselfi dan makan/minum dengan meninggalkan sampah. 

“Bahkan salat zuhur dan azhar tidak sampai 1 syaf, dan yang banyak masuk pagi hari (08-10 dan sore hari). Di luar kawasan, depan kadai Dena sudah dibangun musala sejak lama dengan fasilitas wuduk,” tuturnya.

Netizen Heboh Soal Masuk Masjid Terapung Berbayar, Ini Faktanya

Sejak seminggu terakhir, atau pada masa momen libur lebaran tahun 2022, warganet di media sosial menghebohkan soal adanya pungutan ketika masuk Masjid Terapung Samudra Ilahi di Pantai Carocok Painan.

Warga kecewa karna masuk ke tempat ibadah tersebut harus berbayar sebesar Rp 5 ribu per orang.

Hingga kini, kehebohan ini terus berlanjut karena beragam komentar terus datang silih berganti. Pada Jum’at (13/5) tadi siang, salah satunya status Facebok Handri Kampai viral komentar.

“Jadi, kalau masuk masjid, masuk kawasan wisata dulu baru bisa salat di masjid. Kalau tidak masuk kawasan wisata berarti tidak bisa salat di masjid Samudra Ilahi,” tulis Handri Kampai pada status Facebooknya.

Hingga pukul 14.12 WIB, status Facebook Handri Kampai itu telah dibagikan hingga 466 kali dengan 421 komentar.

Status FB dengan menayangkan vidio di pos retribusi masuk kawasan wisata tersebut banjir komentar dari warganet.

Berikut sejumlah komentar netizen.

“Urang ka salat di masjid bayar dulu, berarti kalau nggak ada uang, nggak boleh salat. Nauzubilahimin zalik,” komentar Doni Merantau.

“Ide marketingnya mantul, tapi agak memalukan,” komentar Kamika Segeh.

“Salah prosedurnya orang yg mengelolah pariwisata di sekitaran mesjid ini. Seharusnya kalau memang ingin masjid ini dijadikan salah satu bagian dari objek wisata seharusnya yang khusus pintu masuk ke dalam masjid janganlah ditutup dengan meja panitia pemungutan tiket masuk. Tidak masalah kalau memang sebuah masjid ingin dijdikan salah satu objek wisata tapi harus ada batas-batasnya karena memang sejatinya masjid itu tempatnya orang salat (beribadah).

Contohnya masjid Agung Islamic Center (Pasir Pangaraian, Rokan Hulu), masjid itu juga salah satu objek wisata tapi panitia pengurusnya mmberikan batas-batas yang hanya dipungut biaya untuk kunjungan pariwisata dan kalau orang yang ingin mnunaikan salat fardhu ya tidak mungkin lah dipungut juga biaya masuk ke masjid tersebut.

Dan seharusnya letak meja pemungut tiket masuk wisata itu seharusnya diletakkan di daerah yang memang jadi objek pariwisatanya. Jangan diletakkan di pintu masuk utamanya, biar tidak berkesan kalau mau masuk masjid juga harus bayar tiket. Karena tidak semua pemikiran tiap orang itu sama” tulis komentar Felycia Fely.

Sementara itu, Pengakuan dari Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, Kabupaten Pesisir Selatan menyebut bahwa masuk ke masjid terapung dengan tujuan salat tidak berbayar.

Berbayar yang dimaksud adalah masuk kawasan wisata. Hanya saja, pos retribusi yang sebelumnya berada di bagian belakang, sekarang digeser ke depan masjid terapung Samudra Ilahi.

“Jadi, informasi masuk masjid terapung berbayar itu tidak benar. Sebenarnya yang dipungut itu adalah retribusi masuk kawasan wisata Pantai Carocok Painan,” kata Wildan selaku Kapala Bidang Pariwisata Ekonomi Kreatif.

Lanjut dia, dengan adanya retribusi masuk kawasan wisata tersebut para pengunjung jika diasuransikan. Bahkan, retribusi sebesar Rp5 ribu itu dinilai cukup murah bila dibanding masuk kawasan wisata di kabupaten dan kota lain di Sumatera Barat.

Eva, 448 tahun salah seorang pengunjung yang membawa kerabatnya dari Malaysia mengaku bahwa masuk kawasan wisata Pantai Carocok Painan terbilang murah.

“Saya kira ini cukup murah ya. Kalau di tempat lain ada yang masuk bayar Rp 10-15 ribu. Kalau di Carocok cuma Rp 5 ribu,” katanya.

Informasi keberadaaan Masjdi terapun diketahui Eva dengan adanya sejumlah pemberitaan di media online atau elektronik.

Dia tertarik membawa anggota keluarga dan kerabatnya karena memang belum pernah berkunjung ke kawasan wisata Pantai Carocok Painan.

“Di pos retribusi saat saya masuk, mereka juga bilang bahwa berbayar itu masuk kawasan wisata bukan masuk masjid. Bagi kita, ya biasa aja kok. Tujuan kita kan ya memang untuk wisata,” tuturnya.

Wildan melanjutkan bahwa pos retribusi masuk kawasan wisata yang berada di depan masjid terapung juga dipermanenkan untuk selanjutnya.

Dinas pariwisata setempat menyebut pada momen libur lebaran tahun ini pihaknya menargetkan pendapatan asli daerah melalui retribusi masuk kawasan wisata sebesar Rp400 juta.

Saat seminggu pasca lebaran, retribusi yang terkumpul sebesar Rp282 juta dan hingga saat ini terus bertambah hingga Rp 400 juta. (niko)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 Komentar

  1. Saya setuju dengan komentar Felicia fely, kalau bisa cukup 1 pos aja termasuk wisata di mesjid samudra ilahi, kalau letak meja tiket pas masuk kawasan mesjid dan harus berbayar kesan yg ditangkap masyarakat dan netijen benar la, masa mau sholat harus berbayar. Miss komunikasi ini terjadi menurut hemat kami dari segi metode pungutan aja. Mudah2 bisa dibenahi sesegera mungkin. Wassalam

  2. Antisipasi sebelum terjadi.hal ini penting.pemerintah harus sudah bisa baca fenomena yang terjadi atas semua kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan masyatakat.mesjid dibagun bukan bagian dari fasiltas objek wisata carocok painan,melainkan untuk tempat sholat masyarakat umum.situasi ini yang dari awal harus sudah dipikirkan.kalau masaalah mereka mau sholat,selfi atau iatirahat dimesjid kan syah syah saja.
    Situasi ini dari awal hendaknya sudah teratisipasi dapak nya.

  3. Kalau TMII yang jadi icon wisata bukan masjid, beda dengan dicarocok, yang jadi icon wisatanya adalah Masjid itu sendiri, jadi beda situasi dan kondisi, contoh wisata religi masjid kubah emas di depok, disana tidak dipungut tidak dipungut retrebusi tiket masuk alias gratis. Hanya didepan bayar untuk parkir kendaraan saja. Itu saja penfapat dari saya.