Kisah Haji Endang Pemilik Jembatan Perahu, Sehari Bisa Untung Rp25 Juta

Jembatan Perahu di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Foto/Tangkapan Layar Instagram @infojawabarat

KITASIAR.com – Jembatan perahu yang terletak di antara Desa Parung Mulya dan Desa Anggadita, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat baru-baru ini menyita perhatian masyarakat.

Sesuai namanya di bagian bawah jembatan terdapat perahu sebagai alat apungnya. Jembatan yang terbentang di sungai Citarum ini berada dibalik perjalanan tol dari Jakarta menuju Bandung.

Jembatan milik Haji Endang Junaedi itu dibangun sejak 2010 dengan beberapa tahapan dan sekian kali gagal.

Dikutip dari kanal YouTube Kopiko78 Official, Haji Endang menceritakan awalnya jembatan dibuat dengan satu deret perahu kayu namun rupanya tidak awet dan pernah beberapa kali kejadian sampai perahu terbawa arus.

Bacaan Lainnya

Tak menyerah, Haji Endang pun terus berusaha untuk membuat jembatan agar lebih kokoh lagi lalu tercetus ide membuat jembatan dengan pelat besi dan menambah jumlah perahu penopang.

Untuk mewujudkan ide tersebut, Haji Endang terkendala dengan masalah biaya, lalu ia memutuskan dan memberanikan diri untuk meminjam uang di bank dengan jaminan sertifikat tanah.

Melalui bantuan rekannya, ia berhasil menyempurnakan desain jembatan sehingga lebih kokoh dengan plat besi sebagai konstruksi utama.

Walau awalnya juga sempat ditolak oleh sebagian warga sekitar karena khawatir desanya akan menjadi ramai. Namun, semenjak ramai, warga justru bisa memanfaatkannya sebagai lahan bisnis baru untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Dijelaskannya, jembatan perahu miliknya tersebut selain bisa membantu masyarakat yang ingin menyebrang tanpa harus memutar jauh juga bisa dijadikan jalur alternatif yang mampu menghemat waktu perjalanan sekitar 20 menit.

“Warga yang terbantu dengan keberadaan jembatan itu, terutama para pekerja industri, para pejalan kaki hingga pengguna motor menjadi pelanggan setia jembatan itu,” jelas Haji Endang.

Disebutkannya, dengan melewati jembatan itu dikenakan tarif menyebrang yang cukup murah. Masyarakat cukup membayar retribusi Rp1.000 untuk pejalan kaki, dan Rp2.000 untuk pengguna motor. Sedangkan untuk mobil, tidak boleh melewati jembatan ini.

“Saat ini saya dibantu 40 orang karyawan yang sehari-hari bertugas menarik uang, berjaga di sisi jembatan hingga mengatur kebersihan dan laju air di sungai,” tambahnya.

Dari pengelolaan jembatan itu, dalam sehari Haji Endang mengaku mampu mengantongi keuntungan hingga Rp25 juta dalam sehari.

Meski bisa meraup banyak keuntungan, uang yang didapatkannya tidak hanya masuk ke kantong pribadi tetapi juga untuk dibagikan kepada warga sekitar dalam bentuk sembako dan untuk perawatan jembatan.

“Saya juga terus memerhatikan kondisi lingkungan dan mengurus perizinan,” tuturnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *