KITASIAR.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) segera melakukan finalisasi Draft Nol Rencana Kontingensi (Rekon) Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Pesisir Selatan.
Penyusunan Rekon tersebut, sebelumnya dilangsungkan melalui Workshop di Saga Murni Hotel, 30 Mei hingga 1 Juni 2023 dengan mengundang Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kepolisian Resor Pesisir Selatan, Kodim 0311, perwakilan media dan pihak terkait lainnya.
“Hingga kini, penyusunan draft nol rencana kontingensi gempa bumi dan tsunami di Pesisir Selatan sudah mencapai 70 persen. Dalam waktu dekat, akan segera kita finalisasi,” jelas Ardhy Analis Kebencanaan Ahli Muda Direktorat Kesiapsiagaan BNPB, Kamis (1/6/2023).
Ardhy mengatakan rekon dilakukan untuk 30 kabupaten/kota di Indonesia yang terpilih dalam program Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project). Di Sumatera Barat hanya dua daerah yaitu Padang Pariaman dan Pesisir Selatan.
Program ini didanai oleh Bank Dunia melalui kerjasama dengan negara Indonesia. Pesisir Selatan masuk dalam program IDRIP ini karena dinilai memiliki ancaman potensi bencana gempa bumi dan tsunami. Berdasarkan penjelasan pihak BMKG Padang Panjang, kata Ardhy potensinya itu berkekuatan 8,9 SR, sehingga berpotensi mengakibat bencana tsunami.
Sebagai daerah yang memanjang dengan garis pantai lebih dari 240 kilometer dari utara ke selatan, yang rata-rata masyarakatnya tinggal di kawasan pinggir pantai dan bekerja sebagai nelayan, maka penyusunan rencana kontingensi terkait kebencanaan ini menjadi penting.
Perencanaan kontingensi sebagai kewajiban pemerintah daerah demi memastikan perlindungan warga dari bahaya bencana. Kementerian Dalam Negeri juga menerbitkan Parmendagri nomor 101 tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar.
Permendagri tersebut menegaskan perencanaan kontingensi sebagai standar pelayanan minimal sub-urusan bencana daerah kabupaten/kota.
“Kita berharap, setelah dokumen ini kita finalisiasi, pemerintah daerah dapat menindaklanjuti dengan melegalkan menjadi peraturan bupati,” kata Ardhy.
Dalam dokumen itu tergambar secara terperinci terkait upaya penanganan kebencanaan yang dilakukan oleh masing-masing daerah.
“Siapa menjadi apa, siapa berbuat apa, itu ada. Jadi, ada komandonya. Perencanaan dan operasi bencana terstruktur,” ulasnya lagi.
Dia menyampaikan dokumen rencana kontingensi adalah standar pelayanan minimal bagi daerah ketika bencana terjadi. Seluruh pemerintah, masyarakat, lembaga usaha dan pihak terkait lain dapat memberikan kontribusi untuk penguatan penanganan kebencanaan.
Lanjut Ardhy, penanganan kebencanaan tidak bisa dilakukan secara sendiri oleh BNPB maupun BPBD, tetapi memerlukan kerjasama pentahelix yang melibatkan banyak pihak.
Tidak Ada Saling Menyalahkan Dalam Bencana, Semua Bergerak
Kegiatan Rekon yang berlangsung selama tiga hari di Saga Murni Hotel itu dibuka secara simbolis oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pesisir Selatan, Mawardi Roska.
Dia menegaskan pelaksanaan Rekon yang melibatkan banyak pihak dari OPD lingkup pemerintah daerah tersebut dapat berjalan maksimal.
“Kami berharap, penyusunan rencana kontingensi gempa bumi dan tsunami di Pesisir Selatan ini betul-betul operasional dan kontekstual, dan itu menjadi pedoman untuk semua pihak,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Sekda tugas dalam menghadapi bencana itu bukan hanya tugas sekelompok institusi. Hal ini perlu dibangun yang utamanya dimulai dari perencanaan.
“Dokumen yang lahir nanti adalah acuan dan pedoman bagi kita, sehingga ke depan saat bencana terjadi, diantara kita tidak ada yang saling menyalahkan, saling menunggu, tidak ada,” ujarnya.
Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat dapat bergerak saat bencana terjadi, karena semata-mata demi panggilan kemanusiaan.
“Ini tidak selesai disini saja. Tentu, harus sampai ke masyarakat luas, bagaimana dalam menghadapi bencana ada perencanaannya. Perencanaannya dipahami secara utuh, supaya tidak gagap,” jelasnya.
Sekda Mawardi mengatakan pemerintah daerah tidak menginginkan bencana itu terjadi. Tapi, untuk menghadapi bencana yang entah kapan terjadi, maka pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membuat perencanaan untuk penanganannya.
“Bencana kok direncanakan? Yang direncanakan itu apanya? Ya, itu. Kontingensinya. Nah, Ini terdokumen, tersusun di dalam dokumen perencanaan itu. Tersosialisasi dan terinternalisasi dari seluruh kelompok kepentingan yang ada, sehingga ketika terjadi bencana tidak ada saling menyalahkan. Semuanya bergerak,” ungkap Mawardi.
Terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Pesisir Selatan, Doni Gusrizal mengucapkan terimakasih kepada pihak BNPB karena telah memilih Pesisir Selatan masuk dalam program IDRIP.
Secara serius, pemerintah daerah melalui perangkat daerah akan memaksimalkan upaya penyusunan draft nol rencana kontingensi gempa bumi dan tsunami.
“Kita, sama-sama mengetahui bahwa Pesisir Selatan ini merupakan salah satu daerah yang sangat rawan bencana. Tidak hanya bencana longsor dan banjir, tapi juga ada potensi ancaman gempa bumi dan tsunami. Untuk itu, melalui kegiatan Rekon ini, semua pihak dapat berkontribusi untuk melahirkan dokumen sebagai komitmen kita nanti dalam menghadapi dan melakukan penanganan bencana,” tuturnya. (niko)