KITASIAR.com – Kepolisian Resor Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat menetapkan tiga orang tersangka atas peristiwa persekusi dua orang wanita di Kafe Natasya, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan pada Sabtu (8/4/2023) malam.
Kapolres Pessel AKBP Novianto Taryono membenarkan penetapan tiga orang tersangka atas peristiwa persekusi dua orang wanita tersebut.
“Penetapan tiga orang tersangka dari hasil pemeriksaan saksi-saksi dan barang bukti yang disita penyidik,” kata Kapolres Pessel dalam keterangannya, Sabtu (15/4/2023).
Kapolres mengatakan dari pemeriksaan saksi yang berjumlah 13 orang, mengerucut kepada tiga orang yang diduga keras sebagai tersangka yang akan dilakukan upaya paksa berupa penangkapan.
Kapolres mengimbau kepada seluruh masyarakat yang mengetahui identitas tersangka bisa menghubungi pihak kepolisian.
“Bagi tersangka agar segera menyerahkan diri, karena identitasnya sudah kami kantongi dan akan kami tangkap,” tegasnya.
Dikatakannya, terhadap ke tiga orang tersangka dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam UU No 12 Thn 2022 tentang TP Kekerasan Seksual, UU No 44 Tahun 2008 tentang pornografi dan pasal 170 ayat 1 KUHPidana jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Sebelumnya, dua orang wanita korban perundungan oleh sejumlah pemuda dan masyarakat di Pasir Putih Kambang, Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat menuntut keadilan.
Polisi diminta untuk mengusut tuntas permasalahan tersebut karena masyarakat main hakim sendiri dan bertindak di luar batas.
Dua orang wanita inisial P, 22 tahun dan I, 20 tahun diarak ke laut secara paksa oleh pemuda yang tak dikenalnya. Sadisnya, dua wanita yang masih muda itu, ditelanjangi. Video tanpa busana dan basah kuyup oleh ombak Pasir Putih Kambang tersebut beredar di media sosial.
“Tanpa ada ditanya apa masalahnya, saya diarak seperti binatang. Kami shock. Diseret paksa dan diceburkan ke ombak,” jelas P, kepada media ini melalui panggilan WhatsApp, Rabu (12/4/2023).
Kejadian itu, berlangsung pada Sabtu (8/4/2023) sekitar pukul 23.30 WIB, saat P dan seorang temannya I sedang duduk di belakang salah satu kafe di Pasir Putih Kambang.
P mengutuk perbuatan pemuda tersebut, ia tak habis pikir begitu teganya para pemuda dan masyarakat pada malam itu yang berusaha menelanjangi dirinya bersama temannya I. Padahal kata dia, ia dan temannya tidak melakukan perbuatan apa-apa.
“Kami hanya duduk-duduk saja dan saling bercerita. Ke kafe itu, saya hanya berkunjung dan melepaskan suntuk, tak lebih dari itu. Tapi, tiba-tiba, kami diseret tanpa ditanya,” katanya.
Dalam kejadian itu, P tidak tahu harus berbuat apalagi. Ia berupaya untuk memberikan penjelasan tapi tak dihiraukan masyarakat yang merundung dirinya. Lanjut dia, ratusan warga dari sejumlah dusun di Lengayang menyaksikan peristiwa malam itu.
Waktu itu, ia pun berharap akan ada orang yang menolong dirinya, tapi tak satupun yang mau. Semua orang hanya menyaksikan tubuhnya yang sudah ditelanjangi. Sungguh memilukan, perilaku semena-mena masyarakat dan bertindak secara tidak manusiawi menghancurkan perasaannya.
“Waktu itu, yang diarak ke laut duluan adalah teman saya I. Sementara, saya berusaha lari ke kafe. Masih ingat malam itu, ada seorang bos orgen tunggal namanya Ijap melihat saya. Saya pikir dia akan menolong. Tapi, malah sebaliknya, ia meneriaki warga untuk menelanjangi saya dan diseret ke laut,” ujarnya.
Tak lama, setelah ke dua wanita itu ditelanjangi di tengah hempasan ombak, pemuda dan masyarakat membawanya ke dalam kafe. Ia mencoba menutupi tubuhnya dengan baju yang kuyup dan kain gorden kafe.
“Kemudian, baru datang polisi dan membawa kami, barulah kami aman,” katanya.
Dengan jujur, P menceritakan bahwa selama ini, ia memang merupakan artis orgen tunggal. Jika, ada panggilan untuk manggung, ia akan bersedia tampil bernyanyi dan menari dengan harapan menerima honor.
Honor yang diterima juga bervariasi. Satu malam usai manggung kadang dapat Rp170 ribu dan Rp200 ribu.
“Kalau, untuk acara pemuda, biasanya saya terima honor sekitar Rp250 hingga Rp300 ribu. Mulai dari jam 09.30-03.00 WIB,” ucapnya.
Disamping sebagai artis orgen tunggal, ia juga pemandu karaoke.
“Tapi, bukan stay di kafe-kafe. Jika, ada yang manggil saja. Biasanya, itu honornya Rp50 ribu per jam,” ucapnya lagi.
Pekerjaan itu dilakukanya guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Wanita tamatan salah satu pesantren di Pesisir Selatan setingkat SMP ini mengaku dirinya sudah berkeluarga. Ia menikah pada tahun 2018 lalu dan dikaruniai seorang anak, yang kini berumur empat tahun.
“Kalau suami kerjanya tidak tetap. Kadang kerja tukang bangunan, kadang pasang pelaminan dan kadang ikut Dj orgen juga,” terangnya lagi.
Meski demikian, anak dari keluarga nelayan tersebut sangat menyesali tindakan pemuda di Pasir Putih Kambang. Untuk itu, ia dan keluarganya meminta polisi bertindak cepat untuk menangkap pelaku dan memberikan hukuman seadil-adilnya.
“Saya dan keluarga, harapannya cuma satu. Meminta keadilan yang setimpal untuk pelaku,” ulasnya. (*)