KITASIAR.com – Dari pesisir Pantai Dufa-Dufa, Kota Ternate, lahir kisah keteguhan seorang anak nelayan yang menolak menyerah pada keadaan. Jannatul Zahra Umamit (13), atau Rara, harus menerima kenyataan pahit sejak ayahnya tak pernah kembali dari laut.
Ayah Rara dilaporkan tenggelam setelah perahunya diterjang badai. Hingga hari ini, keberadaan jasadnya masih menjadi misteri. Peristiwa itu menjadi titik balik kehidupan Rara dan keluarganya.
“Rara ingat sekali, waktu itu hari Minggu. Kami dapat kabar ketika jelang Subuh kalau kapal Ayah sudah terbalik,” kata Rara dengan ekspresi sedikit murung.
Sejak kepergian sang ayah, Rara tak lagi sepenuhnya menikmati masa kanak-kanak. Hari-harinya dihabiskan membantu sang ibu mencari nafkah, mulai dari menjual ikan hingga menjadi buruh cuci demi mencukupi kebutuhan keluarga.
“Mama kerja jual ikan, tapi kalau tidak ada ikan, mama jadi tukang cuci,” kata Rara.
Sebagai anak sulung yang tinggal bersama ibu dan dua adiknya, Rara memahami betul kondisi keluarganya. Ia sadar harus kuat agar sang ibu tetap bertahan di tengah keterbatasan.
Di tengah keterhimpitan ekonomi, secercah harapan datang ketika Rara mendengar kabar tentang Sekolah Rakyat, program pendidikan gratis berasrama yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto bersama Kementerian Sosial.
“Waktu itu aku ditanya, mau enggak sekolah di Sekolah Rakyat? Awalnya aku dan Mama kaget karena dibilang sekolah ini gratis, soalnya sekolah lain harus bayar mahal. Jadi aku mau meringankan beban Mama,” ujarnya.
Keputusan besar pun diambil. Rara memberanikan diri masuk ke Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 26 Ternate. Dengan menggenggam tangan ibunya, ia melangkah melewati gerbang sekolah yang kini menjadi tumpuan masa depannya.
Hidup di asrama memberi pengalaman baru bagi Rara. Gadis yang terbiasa berjalan kaki puluhan kilometer sepulang sekolah kini bisa lebih fokus belajar dan merawat mimpinya menjadi tentara wanita.
Kebahagiaan Rara juga bertambah ketika merasakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disediakan Sekolah Rakyat.
“Hari-hari di rumah makan ikan saja kalau tidak ya makan bubur, makan ayam kalau ada uang lebih. Sekarang bisa makan sayur, ikan, ayam setiap hari, senang banget,” jelasnya.
Dengan penuh haru, Rara menyampaikan rasa terima kasih kepada para penggagas Sekolah Rakyat.
“Pak Prabowo, terima kasih sudah masukkan kami ke Sekolah Rakyat. Kami berterima kasih sangat banyak karena tidak perlu dibayar, gratis semua. Semoga Pak Prabowo dan Menteri Sosial sehat-sehat selalu dan diberi rezeki banyak-banyak. Semoga di Sekolah Rakyat ini bisa terus senang dan gembira,” kata Rara.
Sang ibu, Titi Finarti, mengungkapkan kekagumannya terhadap ketegaran putri sulungnya di tengah keterbatasan ekonomi keluarga.
“Penghasilan sehari-hari saya tidak menentu, apalagi semenjak ditinggal Ayah Rara, keuangan terasa semakin pelik. Saya tahu dia paham kondisi di rumah meski nggak banyak bicara,” katanya.
Ia menilai Sekolah Rakyat menjadi jawaban atas kegelisahannya selama ini. Sebelumnya, ia sempat berencana menyekolahkan Rara ke pesantren, namun biaya menjadi kendala utama.
“Mama, terima kasih sudah izinkan Rara belajar di Sekolah Rakyat. Sekarang Mama enggak perlu khawatir soal biaya,” ucap Rara sambil memeluk ibunya dengan erat.
(*)







