Hasil SSGI: Angka Stunting Pessel Hampir 30 Persen, BKKBN Sumbar Sosialisasi Percepatan Penurunan Stunting

Kepala BKKBN Perwakilan Sumbar, Fatmawati.

KITASIAR.com – Ratusan masyarakat, terutama kaum ibu di Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat mendapatkan pemahaman akan pentingnya upaya bersama dalam menekan angka stunting.

Pemahaman penanganan stunting ini dilakukan dalam sebuah kegiatan yang dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (18/5/2023) di Aula Kantor Camat Koto XI Tarusan.

Kegiatan sosialisasi Advokasi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) penurunan stunting itu diselenggarakan berkat kerjasama BKKBN Sumbar dengan Anggota DPR RI Komisi IX, Darul Siska.

Selain BKKBN Sumbar dan Anggota DPR RI, Darul Siska, kegiatan sosialisasi turut dihadiri langsung oleh Camat Koto XI Tarusan, Nurlaini dan Kepala DPMDPPKB Pesisir Selatan, Zulkifli.

Bacaan Lainnya

Kepala BKKBN Perwakilan Sumbar, Fatmawati menjelaskan angka stunting di Pessel tercatat hampir 30 persen. Menurutnya, tingginya angka stunting di daerah itu juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah penduduk.

Justru itu, dalam upaya penanganan stunting memerlukan komitmen dan upaya bersama agar angka stunting dapat ditekan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.

“Stunting di Pessel itu hampir 30 persen. Untuk Sumbar, 25,2 persen dan Indonesia secara nasional 21 persen,” jelas Fatmawati.

Lanjut Fatmawati, tingginya angka stunting perlu perhatian semua pihak. Kerjasama pentahelix menjadi penting karena untuk menurunkan angka stunting tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata.

Dia menyampaikan sebenarnya banyak faktor yang membuat stunting terjadi.

“Jadi banyak sebab. Multifaktor. Jika tidak diintervensi, maka akan berdampak terhadap kualitas SDM,” katanya.

Dari tangkapan layar materi sosialiasi yang disampaikan, faktor determinan kejadian stunting dipicu oleh sejumlah hal. Diantaranya balita stunting berasal dari ibu hamil yang memiliki riwayat anemia.

Balita stunting juga berasal dari ibu hamil yang kekurangan energi kronis (KEK), sanitasi yang tidak layak, terpapar asap rokok, ketersediaan air bersih dan pola asuh orangtua.

Untuk itu, setiap daerah di Sumatera Barat dapat mengintervensi untuk penurunan stunting di tiap wilayah. Penurunan Stunting juga indikator kinerja utama kepala daerah. Sehingga secara berjenjang penanganan stunting harus dipahami bersama.

Keluarga stunting juga dapat diberikan makanan beragam untuk mengintervensi penurunan stunting. Jika keluarga tidak mampu memberikan makanan beragam, maka perlu diberi protein. Protein yang bersumber dari hewani dan nabati.

“Dan protein hewani yang baik dan paling murah dan mudah dijangkau adalah telor,” ujarnya.

Para kader kesehatan diminta untuk menyalurkan pemberian protein terhadap keluarga stunting tepat sasaran. Hal itu pun kata Fatmawati perlu dikontrol.

Dalam sosialiasi itu, Fatmawati menyimpulkan bahwa percepatan penurunan stunting memerlukan dukungan lintas sektor sehingga terwujud sumber daya manusia sehat dan berkualitas.

Percepatan penurunan stunting dengan menganalisis dan melihat prioritas wilayah dan indikator yang akan diintervensi, data tersedia by name by address.

“Sehingga, upaya menurunkan prevalensi menuju 14 persen 2024 bisa dilakukan jika semua pihak dapat bekerja bersama-sama,” terangnya.

Darul Siska Intervensi Penanganan Stunting di Pessel Melalui Sejumlah Program

Sementara, Anggota DPR RI Komisi IX, Darul Siska mengajak masyarakat untuk bersama menekan angka stunting di Pesisir Selatan. Landasannya dengan empat tujuan utama bernegara.

Hal ini tertuang dalam alinea ke empat pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

“Semua tujuan bernegara itu, hanya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Pembangunan SDM adalah inti dari segala inti pembangunan negara,” kata Darul.

Ia juga merasa berhutang budi kepada masyarakat Sumbar karena telah diberi amanah menjadi anggota DPR RI. Untuk itu, salah satu bentuk kepeduliannya dengan melakukan intervensi untuk penurunan angka stunting.

Berbagai program yang dilaksanakan sebagai intervensi untuk penurunan stunting, Darul Siska menyebutkan ia telah melakukan pembangunan sanitasi di sejumlah kecamatan, membangun tenaga kerja mandiri usaha ekonomi produktif, kegiatan padat karya, membangun BLK Gedung dan Peralatan serta pondok pesantren ikraq.

“Semua itu saya lakukan, saya pertanggungjawabkan kepada rakyat. Saya ikut memikirkan bagaimana semua orang Indonesia itu sehat, punya pekerjaan yang layak. Kita ingin Stunting turun,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Darul Siska menyumbang senilai Rp3 juta lebih untuk membantu 12 keluarga stunting di Nagari Ampang Pulai, Kecamatan Koto XI Tarusan.

Uang itu digunakan untuk membeli telor, masing-masing keluarga stunting dapat satu karpet telor selama lima bulan ke depan.

“Kalau bicara stunting, kita bicara remaja yang mau masuk usia pernikahan. Mereka tidak anemia, gizi cukup, vitamin cukup, protein cukup. Agar bisa cukup, suami harus punya pekerjaan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan istri,” ucapnya.

Darul Siska berharap ke depan generasi yang lahir di Pesisir Selatan adalah generasi emas.

“Generasi emas itu, bagus otaknya, kuat fisiknya dan kuat agamanya,” tegasnya.

Berdasar Data Bayi Ditimbang, Angka Stunting Pessel Hanya 7,8 Persen

Secara terpisah, Sekretaris Daerah Pesisir Selatan, Mawardi Roska mengkonfirmasi terkait angka stunting. Ia menyebut hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting Pesisir Selatan di 2022 mencapai 25.02 persen. Kemudian, di 2023 justru meningkat menjadi 29 persen.

“Data ini yang menjadi perdebatan oleh semua daerah dengan pusat. Pemda melakukan pendataan dan penimbangan langsung kepada semua balita yang dikunjungi rumah ke rumah setiap kampung dan Nagari oleh tim,” kata Sekda melalui pesan singkat WhatsApp.

Data hasil SSGI, kata Mawardi sangat jauh berbeda dengan data hasil penimbangan balita yang dilakukan di Pesisir Selatan.

Angka stunting 2022 adalah 7 % dengan rincian 2.040 bayi dari 30.979 yang ditimbang.

Sedangkan, angka stunting hasil pendataan dan penimbangan Februari 2023 adalah 7.8 % dengan rincian 2.303 bayi dari 35.663 bayi yang ditimbang.

“Data tahun 2023 angka stunting hasil penimbangan 7,8 %, tapi data hasil SSGI adalah sekitar 29 %. Tahun 2022, hasil penimbangan 7 %, tapi hasil survey SSGI adalah 25,02%,” terangnya lagi.

Terlepas dari perbedaan data dan metode berbeda serta dengan lembaga yang berbeda dalam pendataan data stunting, namun kasus stunting di Pesisir Selatan lanjut Sekda akan menjadi prioritas utama pemerintah daerah beserta jajaran, dunia usaha, tokoh masyarakat.

“Dan terutama sekali para orang tua beserta saudara keluarganya, untuk menjadi perhatian serius. Sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Alquran ayat 9 surat An Nisa. Yaitu hendaklah kita takut meninggalkan generasi yg lemah, lemah imannya, lemah akhlak/agamanya, lemah ekonominya, lemah pendidikan/SDM nya,” tuturnya.

Upaya Pemkab Pessel Percepatan Penurunan Stunting

Sekretaris Daerah Pesisir Selatan, Mawardi Roska menjelaskan pemerintah daerah terus melakukan berbagai upaya agar angka stunting menurun. Kalau merujuk data SSGI, Pemkab Pesisir Selatan menargetkan di 2024 angka stunting dapat menurun dari 29 persen berkurang menjadi 20 persen.

Jika, landasan datanya diambil dari hasil pendataan bayi yang ditimbang, angka stunting ditargetkan 2 persen.

“Target 2024 angka stunting berkurang semaksimal mungkin. Karena adanya perbedaan data, sehingga target penurunan dari mana data yang diambil sebagai dasar juga menjadi masalah. Kalau data SSGI diturunkan dari 29 % menjadi 20 %, tapi kalau berdasarkan data kita, target angka stunting kisaran 2%,” ulasnya.

Untuk percepatan penurunan stunting, sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah daerah antara lain melakukan edukasi, konseling, penyuluhan dan pelatihan kepada Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga tingkat kecamatan dan nagari, termasuk kader kesehatan dan keluarga berencana, tokoh agama, masyarakat, orangtua sasaran yang punya balita dan pasangan usia subur akan pentingnya asupan gizi dan pengasuhan bagi tumbuh kembang anak.

Kemudian, mendorong pemanfaatan lahan pekarangan warga dengan menanam tanaman sayur-sayuran, ternak ayam, ikan dengan sasaran keluarga yang punya balita. Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan Dana Desa, APBD Kabupaten dan APBN.

Upaya lain, yaitu melakukan penyisiran terhadap keluarga yang punya balita oleh tim tingkat nagari dan kecamatan dalam pendataan dan penimbangan balita dan penyuluhan.

“Bila ada ortu yang kurang gizi serta anaknya, maka dilakukan pengobatan secara medis dan pemberian makanan tambahan bergizi,” jelas Mawardi.

Selanjutnya, intervensi yang dilakukan untuk percepatan penurunan stunting adalah membangun jamban dan air bersih untuk keluarga yang belum memiliki jamban. Pembangunan jamban juga dapat diakomodir melalui dana desa, APBD dan APBN.

Lalu, yang tak kalah penting melakukan pelatihan dan demo oleh tim tentang pembuatan makan bergizi yang bersumber dari lingkungan sendiri, sehingga disukai anak dan orang tuanya.

Selain itu, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat berkontribusi dengan menjadi bapak dan bunda asuh bagi keluarga miskin stunting. (niko).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *