KITASIAR.COM-Indra Sjafri pelatih sepak bola yang telah berhasil membawa Timnas Indonesia U-22 meraih medali emas SEA Games 2023 mengaku tidak pernah malu sebagai anak kampung asal Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Komentar orang-orang yang dulunya menyebut daerah itu tertinggal dan terbelakang bukan alasan untuk tidak bisa meraih prestasi. Sebab, menurut Indra Sjafri untuk meraih prestasi dan kesuksesan itu tidak memerlukan profil kampung.
Untuk itu, pria dengan sikap yang optimis tinggi ini menyatakan bahwa dirinya sedikitpun tidak pernah merasa malu sebagai anak kampung yang berasal dari Lubuk Nyiur, Kecamatan Batang Kapas, Kabupaten Peisir Selatan.
“Saya tidak pernah malu mengaku orang Pesisir Selatan. Di depan pak presiden saya sampaikan. Saya orang Pesisir Selatan, Sumatera Barat, dan rumah saya di desa, di kaki gunung. Tapi atas izin Allah SWT kita yang di desa itu, bisa memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara,” jelasnya saat temu ramah di rumah dinas Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar, Jum’at (24/6/2023) di Painan.
Dalam temu ramah ini, dihadiri oleh unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, Sekretaris Daerah, Mawardi Roska, para Kepala Organisasi Perangkat Daerah, Wali Nagari, Tokoh masyarakat dan sejumlah pemain sepak bola di daerah.
Dalam kesempatan itu, Bupati Pesisir Selatan Rusma Yul Anwar memberikan anugrah penghargaan kepada Coach Indra Sjafri sebagai Putra Utama Kabupaten Pesisir Selatan atas prestasinya memajukan persepakbolaan Indonesia.
Dalam momen yang langka itu, Mantan Kepala Pos di salah satu kota di Sumatera Barat tersebut juga memotivasi generasi muda di daerahnya untuk tidak minder jadi orang Pesisir Selatan.
“Jangan pernah malu jadi orang Pesisir Selatan. kita lah yang akan mengangkat harkat martabat dan rate Pesisir Selatan, bukan pak bupati. Pak bupati hanya nahkoda, tapi yang dibawa itu sesuai dengan kapasitas kita masing-masing, kita harus berbuat yang terbaik,” ucapnya.
Pria kelahiran 1963 ini juga menyebut rupanya sukses tidak perlu profil kampung, atau domisili menjadi sesuatu hal yang penting.
“Sukses itu, rupanya tidak memerlukan profil kampung, nggak perlu profil orangtua, mau miskin atau kaya, itu tentative. Saya bukan orang kaya. Kemudian, juga tak penting itu latar belakang. Ijazah, status itu hanyalah kertas dan tidak ada harganya. Orang akan berarti kalau dia bisa berkontribusi. Baik itu kontribusi ke keluarga, negeri, bangsa dan negara,” katanya lagi.
Dia meminta generasi muda di Pesisir Selatan sebagai estapet kepemimpinan di masa akan datang untuk terus berjuang keras, tidak mudah menyerah dan melibatkan sang Pencipata untuk meraih keberhasilan.
Keberhasilan ia membawa Timnas U-22 meraih medali emas pada SEA Games 2023 dan usaha keras di beberapa iven sebelumnya merupakan sebuah proses yang menguras pikiran dan tenaga. Keberhasilannya tidak instan begitu saja, tapi melalui semangat dan perjuangan, ia mampu memilih orang-orang yang tepat untuk dilatih menjadi permain sepak bola terbaik.
“Terakhir, atau setelah 32 tahun sudah empat presdien berganti dan 8 pelatih Timnas baik itu asing atau lokal dan tidak pernah mendapat medali emas dan atas izin Allah kemarin kita tuntaskan dan kita kembalikan medali emas ke Indonesia,” ucap Indra.
Pulangnya Indra Sajfri ke kampung halamannya kali ini juga memberikan semangat baru bagi pemain sepak bola daerah. Indra Sjafri berkeinginan sepak bola Pesisir Selatan bisa bangkit dan menorehkan prestasi. Lantang disampaikan, minimal ia bisa melatih tiga orang lebih pemain sepak bola asal Pesisir Selatan ke dalam Timnas.
“Sekarang sebagai Direktur Teknik PSSI, saya berkeinginan sepak bola Pesisir Selatan setelah saya menerima penghargaan ini, harus bangkit dan nanti ke depan, saya minimal melatih anak Pesisir Selatan lebih dari tiga orang. Ini Perlu kerja keras, dan perlu diingat, yang benar kerja kerasnya, doa dan tuhan bilang pasti bisa,” tuturnya.
Lima Pilar untuk Memajukan Sepak Bola Indonesia
Coach Indra Sjafri menyampaikan pentingnya lima pilar utama untuk memajukan sepak bola di Tanah Air. Dalam berbagai kesempatan dan kunjungan yang ia lakukan, Indra menyebut ke lima pilar itu adalah Infrastruktur, kurikulum, pengembangan pelatih, pengembangan pemain serta kompetisi.
“Ada lima pilar kita untuk bisa maju di sepak bola dan ini saya sampaikan juga kepada ketua umum PSSI, KONI dan dimanapun saya bicara tentang sepak bola, pentingnya infrastruktur yaitu lapangan-lapangan anak-anak kita bermain sepak bola,” ujarnya.
Dikatakannya, semasa muda saat hobi dan cinta bermain sepak bola, Indra Sjafri harus menunggu padi dipanen agar bisa bermain sepak bola. Ia bermain di tengah sawah dan di kebun-kebun yang ditinggalkan orang.
“Saya bermain sepak bola hanya menunggu padi dipanen, setelah itu kita datarkan, saya bermain di sawah, dan dikebun-kebun yang ditinggalkan orang. Jadi, infrastrukutur itu penting sekali,” katanya.
Berikut ungkapan Indra Sjafri soal lima pilar untuk memajukan sepak bola di Indonesia :
1.Infrastruktur
Infrastuktur merupakan pilar pertama yang menjadi poin penting untuk memajukan sepak bola. Indra Sjafri berharap di setiap desa atau di tiga desa terdekat memiliki lapangan sepak bola. Kalau itu ada, dampaknya bukan saja terhadap kenyamanan dalam kegiatan bermain sepak bola, melainkan juga akan menghidupkan ekonomi masyarakat lokal.
“Kalau ada lapangan sepak bola, dibikin iven akan ada kehidupan ekonomi baru, ada orang jualan dan sebagainya, itu dampaknya luar biasa. Orang-orang Jawa di Sukabumi dan Cianjur sudah mulai itu, di desa itu da lapangan bola dan dilakukan kegiatan sepakbola, dampaknya kegiatan ekonomi tumbuh disitu,” ucap Indra.
2. Kurikulum
Direktur Teknik PSSI ini menyebutkan sebenarnya Indonesia sudah punya kurikulum Filanesia, (Filosofi Sepak Bola Indonesia) yaitu cara bermain orang Indonesia. Dikutip dari situs pssi.org Filanesia adalah sebuah filosofi yang akan menjadi fondasi dan karakter sepak bola Indonesia, baik untuk pembinaan usia dini sampai profesional dari segi individu dan tim.
“Saya dari tahun 2011 menangani tim nasional dari U 16 sampai U 23, selama 11 tahun memainkan sepak bola cara Indonesia. Anak-anak Indonesia akan bisa nyaman bermain dengan cara indonesia, bukan cara jerman, belanda, bukan cara orang di luar sana,” tegasnya.
3. Pengembangan Pelatih
Setelah memiliki infrastruktur dan kurikulum, pilar ketiga untuk memajukan sepak bola Indonesia tidak lepas dari pelatih. Indra Sjafri mengatakan pengembangan pelatih penting baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
“Setelah tiga ini ada, yaitu lapangan ada, kurikulum ada, pelatihnya sudah banyak. Kalau head to head dengan Jepang, Indonesia baru punya pelatih 7 ribu orang. Saat saya masuk di direktur teknik PSSI, pelatih kita hanya 5 ribu orang, lalu saya tambah 2 ribu orang selama tiga tahun,” jelasnya.
4. Kembangkan Pemain
Usai punya pelatih handal, berkualitas dan dengan jumlah yang banyak, pilar selanjutnya adalah mengembangkan pemain.
“Setelah ada pelatih baru kita kembangkan pemain. Mulai dari tahap pertama, kalau di FIFA itu ada namanya piramida sepak bola. Tahap pertama rekrut usia 6-12 tahun, setelah itu, 13-15 tahun dan 16-19 tahun,” sebut Indra.
Untuk U-13-15, nanti kata Indra munculnya piala dunianya di U-17. Sedangkan di U-16-19, ujungnya piala dunia pada U-20.
“itu yang harus dibina di semua asprov 34 provinsi dan 514 askot dan askab. Kalau itu berjalan baru kita akan bisa lebih baik lagi,” tuturnya.
5. Kompetisi
Pilar terakhir sebut Indra Sjfari adalah kompetisi. Pemain sepak bola usia 13-15 tahun, 16-19 tahun harus terus diasah semangat kompetisinya. Mereka harus bermain yang kompetitif antara 25 sampai 35 kali permainan.
“Dia harus bermain yang kompetitif antara 25 sampai 25 kali. Pertanyaannya sudahkah ini kita usahakan, belum. Kenapa? masih banyak daerah-daerah yang tidak pernah melaksanakan kompetisi usia muda, dengan jumlah pertandingannya yang banyak,” ulasnya.
Indra Sjafri menegaskan untuk mencapai lima pilar itu memang tidak instan, perlu digalakkan secara terus menerus dengan melewati proses-proses dan usaha yang keras. Jika, lima pilar yang disampaikan itu terlaksana dengan baik, Indra optimis sepak bola Indonesia akan meraih yang terbaik. (niko)







